Dengan berbekal dua ticket nonton Sex and The City 2 (SATC 2) di tangan, saya dan m'Agus pun dengan super pede merangsek menghampiri si Oppa (mas-mas) penjaga pintu masuk Lotte Cinema. Yang mengejutkan adalah setelah ticket kami di-check oleh si Oppa ternyata kami dilarang masuk ke dalam gedung!
'Loh, ada apa ini?! Kok bisa? Ticketnya kan sah?', pikir kami heran.
Dengan memakai bahasa Korea secara penuh (yang mana cuma bisa saya terjemahkan sepotong-potong), si Oppa itu berusaha menerangkan agar kami meminta refund ke ticket booth. Tentu aja kami merasa berhak protes.
'Kenapa? Masalahnya apa kok sampai kami enggak boleh masuk?!', tanya kami hati-hati.
'Err ... kriko nen, orini andeo ... film-o bla bla bla yada yada yada ...', jawab si Oppa sambil tangannya sibuk menunjuk Keiva yang saat itu dengan cueknya memang sedang berdiri di samping kami sambil makan pop corn.
Kontan saya langsung ngerti esensi dari bahasa kumur-kumur si Oppa itu.
Oalaah, jadi karena kami bawa Keiva trus enggak boleh masuk gitu ya, mas?!
Sehingga dengan nada manis saya mencoba berargumentasi, 'Mas, kami itu biasa nonton film sambil bawa dia', tangan saya menunjuk kearah Keiva yang masih asyik dengan pop corn-nya, 'Kenapa kali ini kok enggak boleh? Jadi trus anak saya ini mo ditaruh dimana? Situ mau saya titipin anak saya, apa?'
Ternyata si mas bergeming.
'Enggak boleh ya enggak boleh', katanya tegas. 'Repan .. Repan ...', lanjutnya kemudian sambil menunjuk ke arah ticket booth. Maksudnya: refund.
Duuuh, kami semakin putus asa karena komunikasi macet gara-gara kendala bahasa. Sementara m'Agus yang kemampuan bahasa Koreanya (sebenernya) udah lumayan ternyata males berdebat. Walah, kepriben kiye?! Si istri masih pengen nonton SATC 2, jee!
Untunglah sedetik kemudian ada oom-oom berjas hitam lewat di sebelah kami dan langsung dipanggil oleh si Oppa untuk menyelesaikan masalah ini. Ternyata Oom berjas hitam ini adalah asistennya manager Lotte Cinema. Yang sayangnya juga enggak bisa bahasa Inggris ...
Maka m'Agus berusaha menerangkan kronologis kejadiannya dan mengemukakan fakta bahwa selama ini selalu bawa Keiva tiap kali nonton film dan enggak pernah ada masalah (enggak pernah dilarang masuk). Mulai dari film Nine (jaman Keiva masih bayi), 2012, Robinhood (yang full dengan musik ngeri plus adegan bunuh-bunuhan itu), The Book of Eli dan sebangsanya.
Bahkan m'Agus sampe menunjuk ke layar lebar di deket ticket booth yang sedang memutar sneak peek film The A-Team untuk memberikan contoh jenis-jenis film yang selama ini kami tonton dengan Keiva. Sekaligus untuk memberikan penekanan bahwa Keiva bukan tipe bayi yang cranky jika mendengar suara jeder jeder di dalam bioskop. 'Jadi kenapa kali ini ada perkecualian?', tutup m'Agus.
Si oom berjas hitam pun menjawab, '&$@# ... pulgaro ... &%#$^! ... pulgaro'.
Dan tiba-tiba saya langsung mudeng semudeng-mudengnya apa titik permasalahannya.
'Vulgar?!', tebak saya dengan mata berbinar.
'Ne... ne ... pulgaro!', jawab si oom. Wajahnya terlihat sangat lega.
'Oke, majayo ... majayo ...'. Kami mengerti.
Jadi ternyata kami dilarang masuk karena film SATC 2 tersebut dianggap terlalu vulgar untuk ditonton anak kecil (meskipun sebenernya selama ini Keiva selalu tidur pulas di dalam gedung bioskop). Sementara film-film action justru malah enggak pa pa karena (dianggap) enggak mengandung adegan-adegan yang pulgaro itu tadi.
Maka sepuluh detik kemudian saya pun nyolek m'Agus.
'Ya udah, kalo gitu biar Bunda aja yang nonton SATC', kata saya.
'Loh, terus Keiva gimana?!', jawab m'Agus.
'Ya dipegang Ayah dulu laaah ...'
Salam,
Vina Revi
'Loh, ada apa ini?! Kok bisa? Ticketnya kan sah?', pikir kami heran.
Dengan memakai bahasa Korea secara penuh (yang mana cuma bisa saya terjemahkan sepotong-potong), si Oppa itu berusaha menerangkan agar kami meminta refund ke ticket booth. Tentu aja kami merasa berhak protes.
'Kenapa? Masalahnya apa kok sampai kami enggak boleh masuk?!', tanya kami hati-hati.
'Err ... kriko nen, orini andeo ... film-o bla bla bla yada yada yada ...', jawab si Oppa sambil tangannya sibuk menunjuk Keiva yang saat itu dengan cueknya memang sedang berdiri di samping kami sambil makan pop corn.
Kontan saya langsung ngerti esensi dari bahasa kumur-kumur si Oppa itu.
Oalaah, jadi karena kami bawa Keiva trus enggak boleh masuk gitu ya, mas?!
Sehingga dengan nada manis saya mencoba berargumentasi, 'Mas, kami itu biasa nonton film sambil bawa dia', tangan saya menunjuk kearah Keiva yang masih asyik dengan pop corn-nya, 'Kenapa kali ini kok enggak boleh? Jadi trus anak saya ini mo ditaruh dimana? Situ mau saya titipin anak saya, apa?'
Ternyata si mas bergeming.
'Enggak boleh ya enggak boleh', katanya tegas. 'Repan .. Repan ...', lanjutnya kemudian sambil menunjuk ke arah ticket booth. Maksudnya: refund.
Duuuh, kami semakin putus asa karena komunikasi macet gara-gara kendala bahasa. Sementara m'Agus yang kemampuan bahasa Koreanya (sebenernya) udah lumayan ternyata males berdebat. Walah, kepriben kiye?! Si istri masih pengen nonton SATC 2, jee!
Untunglah sedetik kemudian ada oom-oom berjas hitam lewat di sebelah kami dan langsung dipanggil oleh si Oppa untuk menyelesaikan masalah ini. Ternyata Oom berjas hitam ini adalah asistennya manager Lotte Cinema. Yang sayangnya juga enggak bisa bahasa Inggris ...
Maka m'Agus berusaha menerangkan kronologis kejadiannya dan mengemukakan fakta bahwa selama ini selalu bawa Keiva tiap kali nonton film dan enggak pernah ada masalah (enggak pernah dilarang masuk). Mulai dari film Nine (jaman Keiva masih bayi), 2012, Robinhood (yang full dengan musik ngeri plus adegan bunuh-bunuhan itu), The Book of Eli dan sebangsanya.
Bahkan m'Agus sampe menunjuk ke layar lebar di deket ticket booth yang sedang memutar sneak peek film The A-Team untuk memberikan contoh jenis-jenis film yang selama ini kami tonton dengan Keiva. Sekaligus untuk memberikan penekanan bahwa Keiva bukan tipe bayi yang cranky jika mendengar suara jeder jeder di dalam bioskop. 'Jadi kenapa kali ini ada perkecualian?', tutup m'Agus.
Si oom berjas hitam pun menjawab, '&$@# ... pulgaro ... &%#$^! ... pulgaro'.
Dan tiba-tiba saya langsung mudeng semudeng-mudengnya apa titik permasalahannya.
'Vulgar?!', tebak saya dengan mata berbinar.
'Ne... ne ... pulgaro!', jawab si oom. Wajahnya terlihat sangat lega.
'Oke, majayo ... majayo ...'. Kami mengerti.
Jadi ternyata kami dilarang masuk karena film SATC 2 tersebut dianggap terlalu vulgar untuk ditonton anak kecil (meskipun sebenernya selama ini Keiva selalu tidur pulas di dalam gedung bioskop). Sementara film-film action justru malah enggak pa pa karena (dianggap) enggak mengandung adegan-adegan yang pulgaro itu tadi.
Maka sepuluh detik kemudian saya pun nyolek m'Agus.
'Ya udah, kalo gitu biar Bunda aja yang nonton SATC', kata saya.
'Loh, terus Keiva gimana?!', jawab m'Agus.
'Ya dipegang Ayah dulu laaah ...'
Salam,
Vina Revi
ps.
*ya, ya. Saya memang akhirnya nonton. Sendirian.
(saya merasa perlu menambahkan informasi ini setelah menyadari bahwa muncul banyak respon di kolom reply yang menanyakan: 'Jadi akhirnya elu nonton SATC atau enggak?')
No comments:
Post a Comment