(Obituary) Prof.Said D.Jenie

Satu hari sebelum suamiku dihubungi via email oleh Ragil, si mas wartawan dari Tempo, untuk dimintai komentarnya tentang Prof. Said D.Jenie -Kepala BPPT yang Jumat lalu (11 Juli 2008) dipanggil menghadap Allah SWT karena penyakit jantung yang diidapnya-, m'Agus memang sedang menyiapkan obituary yang (niatnya) akan dimuat di website pribadi kami.

Tapi mungkin karena faktor deadline, akhirnya tulisan m’Agus malah enggak muncul sama sekali di Tempo. Dan yang dikutip justru tulisanku yang ini. Padahal sungguh, menurutku obituary yang ditulis m’Agus tersebut sangat indah karena dibuat dengan sepenuh hati.

Maka dari itu, aku pengen membaginya disini. Supaya sisi lain dari sosok seorang pak Said juga bisa terekspos. Karena yang masih membekas dalam benak kami memang sisi humanisme Beliau yang mungkin belum banyak orang yang tahu.

Dan inilah tulisan seorang Agus Budiyono akan kenangannya terhadap pak Said.


Prof Said D. Jenie, dari kacamata saya

DR. Agus Budiyono, Seoul, Korea


Pertengahan tahun 1980-an di ITB, hampir setiap pagi saya sering melihat mobil jip putih setengah tua yang tidak kelihatan istimewa di halaman parkir Teknik Mesin ITB. Yang membuat mobil tersebut berbeda adalah sticker kecil di jendela belakang bertuliskan lambang Massachusetts Institute of Technology (MIT), universitas paling masyhur di dunia. Penumpangnya adalah seseorang berkulit putih bersih dan berkaca mata dengan koper berwarna cokelat. Sederhana, namun juga terlihat sangat mriyayeni. Pertama kali saya berpikir, mungkin inilah dosen tamu dari negeri Belanda. Setahun kemudian, di depan kelas mata kuliah Mekanika Terbang, barulah saya sadar penumpang jip tersebut adalah Dr Said D. Jenie, segelintir dosen yang menyelesaikan pendidikannya di MIT.

Pak Said mengajar dengan elegan dan sepenuh hati. Bahan-bahan kuliahnya selalu disiapkan dengan cermat. Banyak dari bahan kuliahnya kemudian ditulis menjadi lecture notes yang rapi. Semuanya mungkin ada belasan buah. Pak Said memang ilmuwan yang produktif. Soal-soal ujian dan pekerjaan rumah semua dirancang dengan terstruktur. Untuk satu mata kuliah, PR-nya sangat banyak (biasanya lebih dari sepuluh) dan cukup sulit, membuat kami semua mahasiswanya berkeringat sepanjang semester. Namun di lubuk hati kami yang paling dalam, kami semua sangat berterima kasih dan merasa berhutang budi. Kami paham dan tahu bahwa dengan itu semua, Pak Said berusaha mendidik dan menempa karakter kami dengan tulus dan hati-hati. Kelak, ketika banyak dari kami mahasiswanya melanjutkan pendidikan ke berbagai perguruan tinggi terbaik di Jepang, Eropa dan Amerika, kami belajar dari cara beliau menempa bahwa keahlian tidak bisa didapat dengan mudah. Tempaannya yang tekun dan panjang menyiratkan pesan yang jelas: there is no easy transfer for expertise. It must be earned.

Pak Said bukan hanya seorang pengajar, beliau adalah pendidik sejati. Kelas Pak Said selalu hidup. Siapa saja yang pernah mendengarkan kuliahnya, akan paham betapa beliau mencintai bidang keilmuannya. Bidang keilmuan Mekanika Terbang merupakan bidang kajian yang yang rumit dan memerlukan dasar matematika tingkat tinggi. Namun di tangan Pak Said, labirin ilmu yang ruwet seolah selalu bisa diurai menjadi bahan-bahan yang begitu mudah dicerna. Bacaan dan wawasannya yang luas tercermin dari diskusi-diskusinya di kelas. Pak Said bisa menjelaskan dengan gamblang mekanika orbital benda-benda langit dan pada saat yang sama berbicara dengan fasih mengenai evolusi teknologi peradaban manusia. Meskipun bahan kuliahnya serius, Pak Said seperti tidak pernah kehabisan ide bagaimana membuat kelasnya menarik dan menghibur. Tidak heran, bahkan ketika diadakan hari Sabtu, kelasnya selalu dipenuhi mahasiswa.

Melalui bidang ilmu yang ditekuninya, Pak Said tidak pernah berhenti mengabdi: sebagai dosen, perintis Flight Test Center-IPTN, Direktur Teknologi, Deputi Ka-BPPT dan akhirnya Kepala BPPT. Pak Said adalah tokoh kunci keberhasilan penerbangan perdana pesawat terbang canggih hasil karya putra-putri bangsa Indonesia, N-250 pada tahun 1995. Suatu karya yang mendemonstrasikan bangsa Indonesia bukan hanya mandiri secara agraris, tapi mempunyai sisi yang mampu menghasilkan teknologi tinggi. Bahkan di MIT, prestasi Pak Said ini sangatlah dihargai profesor-profesornya. Mereka semua bangga mempunyai hasil tempaan dan didikan yang mampu memberikan karya nyata dan mengangkat nama bangsanya di belahan dunia yang lain. Dalam satu kesempatan, mantan pembimbing Pak Said di MIT yang akhirnya juga menjadi thesis-advisor saya, Prof. Rudrapatna V. Ramnath, mengatakan :”Throughout my career, Said is indeed my best student”. Melalui karya-karyanya, Pak Said memberikan teladan bagaimana kita akan berhasil apabila kita bangga dan mencintai apa yang kita kerjakan.

Dari semua prestasinya yang gemilang, bagi saya yang paling mengagumkan adalah kebersahajaan kesehariannya. Sisi humane-nya. Begitulah, dalam suatu kesempatan tugas menjadi pengajar tamu di luar negeri, Pak Said dan saya harus melembur persiapan bahan kuliah di kamar tempat menginap masing-masing. Kami berjanji untuk koordinasi pagi-pagi. Ketika telpon berdering jam 5 pagi, pertanyaan pertama beliau bukanlah apakah bahan sudah selesai. Tetapi, “Dik, apakah sudah sholat Shubuh?”. Bukan sebagai atasan ke bawahan, tapi lebih sebagai ayah yang mengingatkan anaknya. Di tengah kesibukan tugas yang diemban di Jakarta, Pak Said masih selalu dengan semangat meluangkan waktu untuk mengajar dan membimbing mahasiswa di Bandung bahkan ketika itu berarti mengurangi waktunya bersama keluarga. Setiap Sabtu siang, setelah selesai mengajar kuliah pertama, Pak Said akan beristirahat sejenak di ruang kecil sebelah ruang kantor saya. Saat mendampingi pembimbingan mahasiswa, saya seringkali menyaksikan beliau membuka lunch-boxnya dengan takzim dan tidak terburu-buru, seolah mengumpulkan energi untuk etape berikutnya. Puluhan tahun, Pak Said dengan setia mengemban tugasnya. Tanpa keluhan dan tanpa pernah menyerah. Pak Said sadar bahwa membangun bangsa dengan pendidikan adalah perjalanan yang panjang.

Selamat jalan Pak Said. Terima kasih dari kami atas ilmu yang Bapak bagi. Semoga semua karya dan huruf di papan tulis kelasmu bisa menjelma menjadi cahaya penerang dan panduanmu menuju Tuhan.

No comments: