Es Krim Coklat

Terkadang memang ada gunanya pelafalan yang sok Inggris. Terutama ketika kita akan memesan es krim di sebuah kedai kopi yang mbak-mbaknya sehari-hari berbahasa Korea.

Ini terjadi
di Cafe Pascucci (COEX), sekitar seminggu yang lalu. Tepatnya ketika saya sedang menunggu Bang Kipli* dari Incheon  (habis dinas ke Indonesia selama 4 hari) untuk diajak pulang ke rumah sama-sama. *Selama tiga kali Lebaran Bang Kipli memang sibuk hang-out sama Bang Thoyib.
***

Seperti biasa, saya langsung menuju counter untuk memesan es krim pesanan Kayla-Keiva, anak-anak saya (yah, barangkali ada yang belom ngeh kalo saya udah punya anak). *halah*

"Yes?!", kata si mbak cantik penunggu counter kepada saya.
"Chocolate ice cream, please!" jawab saya ringan. "One small cup."
"Three thousand Won," si mbak menjawab singkat sambil tangannya sibuk mencet-mencet layar mesin kasir.

Selang beberapa menit kemudian, (semacam) pager yang dikasih oleh si mbak sebagai tanda tunggu pesanan -nyebutnya apa, siy? pad order sign? waiting sign? or what?- di tangan saya bergetar, menunjukkan bahwa es krim siap diambil.

Namun setelah sampai di depan counter, saya cuma bisa bengong melihat mangkok es krim pesanan saya ternyata penuh dengan gundukan berwarna putih. Iya, PUTIH. Seputih kapas.

Maka dengan ragu-ragu saya nanya ke si mbak, "Er, is this really my ice cream?"
"Yes. It's yours. Coconut, right?!", jawab si mbak dengan pede level sejuta.

Tertegun sejenak dan saya pun tersadar.
Oalaah, mbaaa ...
Tadi itu saya pesen es krim chocolate. Bukan coconut.
Dan sumpe, saya menyebutnya ca-klet. Bukan co-ko-lat.
Jadi kenapa bisa mencrang jadi coconut begini, yak?!

Maka saya pun menyorongkan kembali coconut ice cream itu ke si mbak sambil tersenyum simpul. "Sorry, cho--co--late. Not coconut", kata saya berusaha melafalkan chocolate secara pelan dan hati-hati. "Change, please?", rayu saya kemudian.

Nah, disinilah tampak betapa pentingnya bakat improvisasi seseorang dalam bekerja (terutama bisnis jasa) sehingga customer bisa tetap dijaga kebahagiaannya. Karena yang muncul dihadapan saya kemudian sebagai pengganti es krim kelapa itu tadi adalah one big cup chocolate ice cream (dengan isi 4 doloop scoop) instead of small cup sesuai pesanan saya.

Dan kali ini saya memilih nggak protes dengan begini misalnya, "Mbak, tadi saya pesen yang small, looooh ..."

Pelanggan senang, si mbak pun riang (karena batal dipecat) ...

Salam,


ps. Serpihan ini ditulis pada bulan Nopember 2011  ketika saya masih tinggal di Seoul, Korea (sekarang sudah pindah ke Melbourne, Australia) dan di-publish pertama kali di blog Multiply (http://revinaoctavianitadr.multiply.com). Tapi link barusan (yang multiply.com) nggak usah di-klik, ya. Karena Multiply udah enggak ada. Ditutup oleh pemilik Multiply sejak tahun 2010. Entah kenapa. *curcol mantan MPers yang masih aja merana kalo inget semua tulisan di MP selama hampir 7 tahun (sejak 2003) musnah tak berbekas*