Mulai dari nama yang berubah menjadi Mrs.X -sesuai dengan nama suami- sampai akhirnya nanti saat punya anak nama sang Mrs.X itu akan berganti lagi menjadi Mama Y atau Bunda Z, sesuai dengan nama si anak.
Well, sejujurnya I’m proud to be Vina. Doesn’t mean that I’m not proud to be Mrs.Agus Budiyono or Bunda Kayla.
Tapi menurutku meskipun kita udah menikah, kita tetep harus punya jati diri.
Caranya? Ya dengan tetap memakai nama kita di dalam lingkungan sehari-hari.
Saat arisan, misalnya. Lebih pas (menurutku) kalau kita dikenal dengan nama asli kita dibandingkan dengan sebutan Ibu X atau Y atau Z -yang menunjukkan nama suami kita. Kecuali kalau si Bapak juga ikut arisan. Mungkin bolehlah pakai nama suami sebagai identitas. Jadi kocokannya juga lebih gampang. Yaitu Ibu X dan Bapak X ...
Aku sendiri memaklumi saat di sekolah Kayla sesekali dipanggil dengan sebutan Mama Kayla atau Bunda Kayla oleh ibu-ibu temennya Kayla. Atau saat aku berada di acara yang diadakan oleh kantor suami dan kemudian aku diperkenalkan sebagai Ibu Agus Budiyono.
It’s OK ...
But not for all the other occasions, though.
Aku tetep lebih sreg dipanggil dengan sebutan Vina.
Nggak usah pake mbak, kakak, teteh pun nggak pa pa.
It think that’s the reason our parents gave us a name in the first place.
The name is our unique identity ...
No comments:
Post a Comment