Berasa nemu artefak

Diantara berbagai toko yang ada di bawah apartment saya, ada tiga toko yang sering saya kunjungi. Pertama: Kokiri Mart, yang menjual kebutuhan sehari-hari sebangsa sayur mayur, lauk pauk dan barang-barang rumah tangga sederhana lainnya (pembersih lantai, roll tisue, kain pel, dll). Kedua: Ezy Buy, yang menjual roti-roti kesukaan Kayla &Keiva (sebenernya ada Paris Baguette juga, tapi kebetulan anak-anak saya doyan roti isi cream cheese yang justru cuma dijual di Ezy Buy). Ketiga: toko kue kering, seperti yang tampak pada foto di bawah ini.


Yang saya suka dari toko kue kering ini adalah karena citarasa sebagian besar snacks-nya mirip dengan yang banyak dijual di Indonesia. Dan makin kagetlah saya ketika beberapa waktu yang lalu tiba-tiba menemukan kue ini:


Kalau jaman kecil dulu, saya menyebutnya Untir-untir. Dalam bahasa Jawa, untir itu artinya pelintir. Sesuai bentuk si kue yang memang melintir meliuk-liuk gitu. Tapi di Korea, mereka menyebutnya: 와배기.

Anyway, karena penasaran, saya pun membelinya. Eh, ternyata citarasanya mirip kayak Untir-untir yang pernah saya makan jaman kecil dulu, dong! Cenderung lebih enak, malah. Whua! Double surprise. Dan terus terang dengan harga 3000 Won (sekitar Rp 30.000) untuk kemasan 250 gr, sumpe it's worth it. 

Selamat datang, globalisasi!
Karena bayangin aja, untir-untir yang dulu pernah saya makan di Purwokerto (iya, saya menghabiskan masa kecil saya di kota tersebut. Ada yang asli sana juga? hoho. Yuk, mari kita ngobrol lebih lanjut via japri. *halagh*), kenapa tiba-tiba tiga puluh tahun kemudian bisa muncul di hadapan saya, di sebuah toko snack kecil di Seoul, coba?

Seru aja, kan.
Maka sumpe, sekali lagi it's worth it. Sangat sangat worth it.

Sambil ngemil Untir-untir,
Vina Revi

ps. Semua foto dijebret pake HP (penting untuk di-mention)

No comments: