Ceritanya sebulan yang lalu itu saya kan berhasil menurunkan berat badan sebanyak 6.2 kg (hanya) dalam waktu satu bulan. Tepatnya 28 hari. Sebagai yang mengalaminya, terus terang saya kaget sendiri karena nggak menyangka bahwa hasilnya akan sedrastis itu. Dan sekali lagi, cuma dalam kurun waktu 28 hari (30 Mei 2014-27 Juni 2014) saja. Not even a month, Sodara! Jadi wajar kalo saya sendiri pun takjub.
BEFORE: May 30. 2014. AFTER: June 27.2014
Dan saking girangnya, saya pun nggak tahan untuk pamer foto Before After'nya di Facebook. Yang mana kemudian menuai banyak pertanyaan dan rasa penasaran teman-teman.
Maka setelah tertunda sekian hari, di tengah segala kerempongan menyelesaikan berbagai project dan juga ngurus si bungsu yang rada meriang karena kecapekan, inilah yang berhasil saya tulis dengan cara menyicilnya sedikit demi sedikit. Semoga bisa menjawab semua pertanyaan yang ada, ya.
Silakeuun ...
Sebelumnya perlu diketahui bahwa jaman saya masih aktif ng-blog di revinaoctavianitadr.multiply.com (sejak tahun 2006) --sebelum platform Multiply bangkrut (sekitar akhir tahun 2012) dan kemudian menutup akses serta mengusir para blogger yang tergabung di sana, termasuk saya, hikse!--, saya sudah banyak menulis serpihan tentang dieting, healthy life, cara melangsing dan segala derivasinya. *silakeun browsing serpihan-serpihan saya sebelumnya yang memakai tag 'diet', 'health', 'weightloss'*
Tapi bagi yang mengenal (dan sering bertemu) saya di dunia nyata pasti tahu bahwa untuk mempertahankan kelangsingan tersebut sama sekali nggak gampang.
Karena faktanya entah sudah berapa kali saya ngalamin fase menggendut lagi setelah sukses melangsing. Padahal sekian minggu telanjur kliyengan menjalani program diet (low carb, anyone?) dan atau keringetan plus ngos-ngosan karena jogging setiap hari. Semua yang pernah mengalami yo-yo diet pasti tahu betapa menyebalkannya hal itu. Lalu karena putus asa dan frustasi, biasanya kita pun balas dendam dengan makan sesukanya dan berhenti bergerak. Ngapain olahraga? Ngapain atur diet? Capek, ah! Toh hasilnya nggak keliatan. Tetep aja gue gendut. Mending berhenti, deh.
Kemudian kita akan mulai mencari-cari alasan untuk membenarkan kondisi kenapa tetap gemuk.
'Ah, kalau terlalu langsing ntar disangkain gue hidup menderita,'
'Semua keluarga gue itu gemuk. Jadi wajar kalau gue nggak bisa langsing.'
'Dari dulu gue emang udah gemuk. Nggak pernah bisa kurus.'
'Biar aja gendut, yang penting bahagia.'
'Halagh, udah laku inih. Ngapain diet?'
Dan seterusnya. Dan segala derivasinya.
Tentu saja semuanya diucapkan dengan nada defensive.
Pernah dalam suatu masa saya berhasil melangsing seperti ini:
foto. tahun 2010, susut 8 kg
Kalau nggak salah, yang saya lakukan pada saat itu adalah selama dua minggu pertama menjalani program detox (cuma mengkonsumsi jus buah dan makan sayur, sama sekali nggak makan nasi. Paling banter beli tahu atau jamur sebagai pengganjal perut biar agak kenyang dikit), banyak minum air putih (1-2 L/hari) serta rajin jogging ngelilingin danau Konkuk setiap malam selama setengah jam (sekitar 10-12 kali putaran).
Tapi ya gitu, deh.
Euforia tersebut biasanya hanya akan berlangsung beberapa saat (max: 4 bulan). Karena sesudahnya saya akan menggendut lagi.
Seperti ini:
foto. Desember 2012, ketika menggendut di musim dingin
Yo-yo diet tersebut entah sudah berapa kali terjadi berulang-ulang dalam episode melangsing saya. Jadi bisa kebayang gimana keselnya, kan? Karena udahlah capek-capek bergerak dan ngalamin lemes gara-gara nggak makan nasi tapi kenapa tubuh saya menggelembung lagi??? Dan biasanya kalau udah sebel gitu, saya justru lantas mutung dan bersikap, 'What the heck lah! Gendut juga biarin. Sebel gue.' Sehingga itu membuat saya lengah dan semakin abai terhadap bentuk tubuh yang melar nggak karuan.
Tapi lalu biasanya motivasi untuk melangsing akan muncul kembali ketika ada tamparan yang cukup keras dari luar. Sebagian besar memang berasal dari teman lama yang sudah belasan bahkan puluhan tahun nggak pernah ketemu saya. Karena rata-rata dari mereka mengenal saya sebagai seorang Vina yang cungkring (dan nggak bisa gemuk meskipun makan dengan porsi nggilani), maka wajar jika mereka agak terkaget-kaget melihat penampakan saya sekarang yang cukup er, bohay.
Terkadang saya sendiri yang sengaja memancing mereka dengan pertanyaan,"Ehk, pangling ya liat aku sekarang? Gemuk, kan?" Sebagian dari mereka ada yang cukup berempati dengan menjawab,"Ah, nggak juga. Meskipun iya, siy. Kalau dibandingin jaman kamu kuliah dulu ya beda. Tapi untuk ibu-ibu yang punya dua anak, kamu masih tergolong oke, kok!" Ehk. Rekening. Mana rekening.
Atau ada juga yang lebih smart lagi dengan memilih mingkem. Mereka cuma senyum dan kemudian mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih netral. Aw, love u, guys!
Atau ada juga yang lebih smart lagi dengan memilih mingkem. Mereka cuma senyum dan kemudian mengalihkan pembicaraan ke arah yang lebih netral. Aw, love u, guys!
Nah, tapi ada juga yang komentarnya kurang thoughtful. Dimana mereka bebas aja njeplak betapa suburnya badan saya sekarang, padahal baru dua menit ketemu. Setelah puluhan tahun hilang kontak.
Kejadian yang paling gres adalah akhir Mei lalu ketika seorang kakak kelas jaman saya SD mengajak ketemuan karena dia dan teman-temannya akan berkunjung ke Seoul. Kami pun sibuk mengatur kencan secara intensif via BBM. Akhirnya tercapai kesepakatan dimana dan kapan kami akan bertemu.
Cuman ndilalah saat itu badan saya lagi melar-melarnya, sisa dari keteledoran di musim dingin (Desember-Feb). Yang saya maksud dengan teledor adalah: ng-gym yang tadinya intens akhirnya mandeg karena si mas PT yang ganteng itu pindah kantor dan saya belum menemukan PT lain yang sama gantengnya untuk menggantikannya. Akhirnya kalo ng-gym paling banter cuma treadmill, deh. Itupun bolong-bolong. Aktivitas renang juga sama. Yang awalnya saya lakukan setiap hari (kecuali Sabtu dan Minggu) lama-lama mretelin menjadi seminggu tiga kali, lalu dua kali dan akhirnya malah nggak sama sekali setelah kepotong liburan dua minggu di Indonesia.
Nah, btw acara mudik ke Indonesia itu juga entah gimana menjadi salah satu et causa yang paling besar dalam menghentikan mood saya untuk hidup sehat. Jadi sebelum pulang itu biasanya saya akan semangat banget untuk menurunkan berat badan. Tapi setiap kali kembali dari sana selaluuuuuu aja bobot saya naik sebanyak 2 sampai 5 kg! Dan kalau udah menggendut, maka episode malas juga menyerang. Rasanya susah aja gitu untuk mulai berenang lagi, misalnya. Atau sekadar ng-treadmill lima belas menit.
Padahal kalau dipikir pake logika, seharusnya jika kita sudah berhasil langsing maka kita bisa mempertahankannya secara gampang, yes? Caranya? Ya dengan terus menjalankan apa-apa saja yang kita lakukan selama melangsing itu. Selamanya. Seumur hidup. As simple as that.
Tapi semua orang juga tahu bahwa teori mah gampang. Prakteknya yang susah. Apalagi jika apa-apa yang saya lakukan sebelum melangsing itu belum menjadi gaya hidup saya. Maka dijamin dalam hitungan satu-dua bulan kemudian semuanya akan kembali ke seperti sediakala (karung beras, anyone?). Jadi yang perlu dibenahi terlebih dahulu ketika akan melangsing itu memang kesiapan mental dan kesadaran untuk hidup secara lebih sehat kayaknya, ya. Dan bukan hanya sekadar pengen turun berat badan.
Anyway, kembali ke soal kencan dengan mantan kakak kelas saya jaman di SD itu.
Padahal kalau dipikir pake logika, seharusnya jika kita sudah berhasil langsing maka kita bisa mempertahankannya secara gampang, yes? Caranya? Ya dengan terus menjalankan apa-apa saja yang kita lakukan selama melangsing itu. Selamanya. Seumur hidup. As simple as that.
Tapi semua orang juga tahu bahwa teori mah gampang. Prakteknya yang susah. Apalagi jika apa-apa yang saya lakukan sebelum melangsing itu belum menjadi gaya hidup saya. Maka dijamin dalam hitungan satu-dua bulan kemudian semuanya akan kembali ke seperti sediakala (karung beras, anyone?). Jadi yang perlu dibenahi terlebih dahulu ketika akan melangsing itu memang kesiapan mental dan kesadaran untuk hidup secara lebih sehat kayaknya, ya. Dan bukan hanya sekadar pengen turun berat badan.
Anyway, kembali ke soal kencan dengan mantan kakak kelas saya jaman di SD itu.
Singkat cerita, kami pun akhirnya ketemu.
Dan jreng! jreng! Disitulah segala drama ini berawal. Setelah jejeritan, menghambur berpelukan, cipika cipiki, jejeritan dan lalu berpelukan lagi (ehk, lebih dari 30 tahun nggak liat satu sama lain gitu, loh!), kami pun cooling down dan mulai saling mengomentari penampakan satu sama lainnya.
Awalnya saya bilang gini,"Whuaaaaa, mbaaaak! Kamu cantik bangeeeeet." Kebetulan hari itu si mbak memang pake bulu mata palsu sapu badai, smokey eyes, bedak yang menempel sempurna, rambut kriwel-kriwel hasil blow natural, sepatu boot yang trendy (meskipun suhu udah diatas 20 C) dan parfum yang wanginya nggak bisa saya tebak (tapi saya tahu, itu aroma mahal. Ehk). Intinya: saya nggak bullshit. Saya bilang dia cantik karena memang cantik.
Dan lalu dia membalas dengan keceriaan yang sama,"Vinaaaa ...! Kamu kok sekarang jadi kayak Tante Gatot???" Yang dimaksud adalah Mama saya. Maka masih dengan senyuman yang lebar, saya merespon secara kalem,"Kayak Mama gimana, mbak?" FYI: ketika saya SD, Mama saya masih aktif shooting kesana kemari sehingga boleh dibilang body beliau (untuk ukuran ibu-ibu dengan tiga anak) terhitung oke. Intinya: saya udah GR aja bahwa saya akan dikomentarin oke juga. Halagh.
Tapi ternyata yang terjadi adalah sebaliknya.
Karena (meskipun) dengan nada masih ceria, si mbak bilang gini,"Iyaaa. Kamu sekarang kayak Tante. Gemuk bangeeeeet ..." Whuaaaaa! Gubrag. Klontang. Klepek-klepek. Tembak aku. Tembak aku. Boleh nyungsep ke got sekarang nggak??? Atau mbak-nya aja yang saya sungsepin ke got, deh.
Sungguh. Pada saat itu yang saya rasakan adalah campuran sedih, kecewa, sakit hati, marah, nggak terima dan terutama malu. Karena saya yang notabene selama ini selalu menggembar gemborkan gaya hidup sehat (paling nggak di blog) ternyata nggak ada jejaknya di mata si mbak.
Ini salah satu contoh yang pernah saya tulis di Facebook sekitar 2 tahun yang lalu:
Sehingga ketika si mbak bilang saya gemuk, itu artinya saya memang gemuk. Karena dia berbicara fakta. Apa yang tampak di depan mata(nya). Bukan mengada-ada. Dan bukan karena sekadar ingin menjatuhkan (mental) saya. Apalagi kok misalnya untuk menunjukkan kesuperiorannya dimana dia memang masih keliatan hot dan fit dan trendy dan wangi. Saya tahu pasti bahwa alasannya mengomentari saya gemuk bukan karena itu semua. Sehingga saat itu saya cuma bisa mingkem. Karena saya sadar bahwa saya memang lagi melar. Jadi mau ngeles gimana lagi, kan? Gemuk ya gemuk. Period. Nggak usah banyak excuse.
Dan lalu dia membalas dengan keceriaan yang sama,"Vinaaaa ...! Kamu kok sekarang jadi kayak Tante Gatot???" Yang dimaksud adalah Mama saya. Maka masih dengan senyuman yang lebar, saya merespon secara kalem,"Kayak Mama gimana, mbak?" FYI: ketika saya SD, Mama saya masih aktif shooting kesana kemari sehingga boleh dibilang body beliau (untuk ukuran ibu-ibu dengan tiga anak) terhitung oke. Intinya: saya udah GR aja bahwa saya akan dikomentarin oke juga. Halagh.
Tapi ternyata yang terjadi adalah sebaliknya.
Karena (meskipun) dengan nada masih ceria, si mbak bilang gini,"Iyaaa. Kamu sekarang kayak Tante. Gemuk bangeeeeet ..." Whuaaaaa! Gubrag. Klontang. Klepek-klepek. Tembak aku. Tembak aku. Boleh nyungsep ke got sekarang nggak??? Atau mbak-nya aja yang saya sungsepin ke got, deh.
Sungguh. Pada saat itu yang saya rasakan adalah campuran sedih, kecewa, sakit hati, marah, nggak terima dan terutama malu. Karena saya yang notabene selama ini selalu menggembar gemborkan gaya hidup sehat (paling nggak di blog) ternyata nggak ada jejaknya di mata si mbak.
Ini salah satu contoh yang pernah saya tulis di Facebook sekitar 2 tahun yang lalu:
I've been asked many times about how i lose my weight. What I did. What I ate. Those kind of questions. So, in this album I try to share what I do and what I eat to maintain my healthy weight. I called it 'healthy weight' because in the end the words like slim or fat are all about perspective. For those who know me as a skinny teenager, probably they will think that I am (now) super fat. While in fact I already lose about 20 kg (45 pounds) to get to this level. Didn't blame them. I am indeed super skinny when I was a teenager. So, compared to my teen posture, I (as a Mom with two kids) am still an overweight woman for most of my school buddies. Well, that's fine, though. As long as I know for sure that I feel healthy and happy. So, again. Don't bother too much about how well you can loose your weight. The most important thing is to maintain a healthy lifestyle. Good luck!
Sehingga ketika si mbak bilang saya gemuk, itu artinya saya memang gemuk. Karena dia berbicara fakta. Apa yang tampak di depan mata(nya). Bukan mengada-ada. Dan bukan karena sekadar ingin menjatuhkan (mental) saya. Apalagi kok misalnya untuk menunjukkan kesuperiorannya dimana dia memang masih keliatan hot dan fit dan trendy dan wangi. Saya tahu pasti bahwa alasannya mengomentari saya gemuk bukan karena itu semua. Sehingga saat itu saya cuma bisa mingkem. Karena saya sadar bahwa saya memang lagi melar. Jadi mau ngeles gimana lagi, kan? Gemuk ya gemuk. Period. Nggak usah banyak excuse.
Nah, tapi ada tapinya, niy. Jadi saya yang biasanya sangat confident (meskipun sedang gemuk), entah kenapa tiba-tiba aja bisa langsung mengkeret. Mungkin bukan exactly minder. Tapi entahlah, saya hanya merasa kalah perang dan kusut aja gitu ketika harus jejeran sama si mbak dan teman-temannya itu. Bisa jadi saya yang sedang sensitif. Atau simply karena sebelum ketemu si mbak, saya merasa sudah cukup ngos-ngosan diet dan olahraga (meskipun nggak intens) sampai bobot saya turun sekitar 2 kg. Sehingga nggak heran ketika dikatain gemuk saya pun sakit hati. Lebih tepatnya sedih. Karena seolah-olah apa yang saya lakukan untuk menghilangkan 2 kg dari tubuh saya itu nggak ada artinya.
Tapi saya nggak bisa menyalahkan si mbak juga, kan. Karena toh dia memang nggak pernah ketemu saya kecuali terakhir kali jaman SD dulu dimana saya memang sangat skinny. Selain juga faktor dimana dia nggak pernah ngerti perjuangan saya selama dua belas tahun terakhir untuk melangsing. Gimana jatuh bangunnya saya. Seberapa banyak air mata yang tumpah. Peluh yang bercucuran ... Okay. Okay. Stop it. *saya nggak cocok nulis dengan gaya lebay*
Jadi ya sudahlah.
Awalnya memang saya sakit hati, marah dan sebel banget. Tapi setelah agak reda, saya pun merenungkan ucapan si mbak. Yang kemudian berujung dimana saya langsung merencanakan program weight loss (lagi). Karena sungguh, saya beneran asli furious dibilang gendut. Terutama oleh mereka yang super langsing, super trendy dan super hot! Ehk. Jadi kalau saya nggak mulai berusaha membenahi body dan merawat diri sedini mungkin (mumpung masih dua tahun lagi menuju kepala empat), trus mau kapan lagi, coba?
Dan begitulah. Dua hari sesudah ketemu si mbak, saya pun mulai bekerja. Segala kebiasaan hidup sehat yang pernah saya jalani akhirnya saya revive lagi. Tapi dalam level yang lebih advanced.
Berikut ini list-nya:
1 Sebelumnya saya terbiasa minum air putih sebanyak 1-2 L per hari. Tapi kemarin itu saya menambah jumlahnya menjadi 800-1000 ml setiap kali minum. Dan jika saya minum setiap 2-3 jam sekali, maka total dalam satu hari saya telah menenggak sekitar 4.5 L air putih. Terus terang awalnya memang berasa kembung dan agak mual gitu. Maka saya mensiasatinya dengan mengganti air putih menjadi teh tawar. Saya tuang teh tawar di dalam botol ukuran 600 ml (tapi mampu menampung sekitar 800 ml), trus si botol saya simpen di dalam kulkas. Jadi ketika akan diminum, teh tawarnya udah dingin. Beneran, teh tawar yang dingin jauh lebih enak dibanding yang suam-suam kuku.
2 Diet sayur buah makin saya genjot. Ayam, daging berlemak, daging merah dan apalagi sebangsa jeroan saya kurangi dan diganti dengan penambahan jumlah sayur-sayuran segar (dibikin salad) atau jus buah (bukan yang botolan produksi pabrik tapi ngjus langsung dari buah asli).
Nah, tapi seperti lazimnya anak-anak yang lain, kedua anak saya pun hobby makan daging. Maka untuk mengakomodasinya saya selalu mengajak mereka makan di resto buffet sebangsa Ashley atau VIP's dan bukannya Outback Steakhouse atau sejenisnya. Karena di resto buffet seperti Ashley dan VIP's itu mereka menyediakan berbagai salad dan makanan sehat lainnya. Yang citarasanya enak. Sumpe! Sehingga ketika anak-anak menikmati steaknya, saya masih punya pilihan untuk mengkonsumsi menu yang lebih sehat. Tapi jangan salah, saya nggak anti steak, kok. Jadi saya pun sesekali masih suka nyomot steak anak-anak.
Intinya: hidup itu cuma satu kali. Jadi hayuk lah mari kita nikmati. Dan saya merasa nggak perlu sampai keser-keser nggak makan apapun hanya karena takut gemuk. Karena itu akan sangat berat untuk dilakukan. Jadi impossible never lah ya kalo misalnya suatu saat saya harus ke Eropa tapi lantas disana saya ngbela-belain cuma makan wafer aja gara-gara saking takut gemuk. Kalau lagi di Eropa ya marilah kita nikmati segala kuliner yang ada disana. Jangan cimak-cimik makannya. Enjoy! Apalagi basically saya itu tukang makan. Jadi terima kasih. Makan mah hayuk jalan terus. Tapi yang penting pilihannya yang sehat dan atau minimal dikombinasi.
Jadi maksudnya gini. Dalam diet saya nggak strict. Karena sumpe, saya tetap menikmati makanan seperti biasa, kok. Tetep hobby jajan di restoran. Hanya saja menunya diseimbangkan dengan jenis-jenis yang lebih sehat. Jadi misalnya hari ini habis jajan yang berat sama keluarga (daging-dagingan dan atau jenis makanan lain yang kalorinya super), maka sesudahnya saya akan memperbanyak salad buah dan sayur selama beberapa hari ke depan. Intinya: pinter-pinternya kita menyeimbangkan kalori aja.
Terasa berat? Memaaaang. Apalagi kalau masih awal-awal. Saya dulu juga gitu, kok. Tapi setelah hampir lima tahun terakhir latihan menjalaninya, akhirnya saya bisa juga tuh nggak ngiler-ngiler amat liat daging.
3 Olahraga. Nah, ini dia. Seperti yang sudah saya bilang di awal, saya sempat rajin berenang lima kali dalam seminggu (satu jam per session) dan ng-gym. Tapi kemarin itu jujur aja saya masih males dan nggak mood untuk memulainya kembali. Sempet siy saya mencoba ng-Jillian Michaels lagi (pake video '30 Days Shreded'-nya itu). Tapi karena mungkin belum berjodoh untuk start over, maka program tersebut mandeg di tengah jalan. Padahal sebelumnya, sepulang dari renang di pagi hari biasanya saya masih mampu ng-Jillian sampe gempor.
Maka cara saya mensiasatinya: jenis olahraganya saya ubah. Jadi saya mulai melakukan butt squat (warisan ilmu dari si mas PT yang pindah kantor). Karena itu nggak butuh banyak energi dan lumayan oke untuk memboost up semangat work out yang menguap entah kemana. Maka butt squat it is.
Awalnya saya cuma mampu 10-15 kali squat. Dan langsung tepar. Paha rasanya pegel minta ampun. Tapi being me, saya terus ng-push diri saya. Akhirnya masuk hari ketiga, saya mampu melakukan butt squat sebanyak 50 kali. Great! Dan itu terus saya ulangi setiap hari. Sambil menambah hitungannya sedikit demi sedikit. Target: lebih dari 250 squat per hari. Yup. Mungkin ada yang menganggap,"Halagh, cuma butt squat aja ribut. Gue niy udah kayang pake satu tangan. " Well, biarpun cuma butt squat tapi itu jauh lebih baik ketimbang yang kerjaannya cuma duduk sambil ngemil beras di depan TV, kan?
Ou, dan btw sekarang jeans saya udah turun dua nomer, loooh. Satu nomer lagi udah plek kayak jaman single, deh. Yay!
4 Sarapan. Yes or no?
Beberapa waktu yang lalu saya pernah ng-twit begini:
Tapi saya nggak bisa menyalahkan si mbak juga, kan. Karena toh dia memang nggak pernah ketemu saya kecuali terakhir kali jaman SD dulu dimana saya memang sangat skinny. Selain juga faktor dimana dia nggak pernah ngerti perjuangan saya selama dua belas tahun terakhir untuk melangsing. Gimana jatuh bangunnya saya. Seberapa banyak air mata yang tumpah. Peluh yang bercucuran ... Okay. Okay. Stop it. *saya nggak cocok nulis dengan gaya lebay*
Jadi ya sudahlah.
Awalnya memang saya sakit hati, marah dan sebel banget. Tapi setelah agak reda, saya pun merenungkan ucapan si mbak. Yang kemudian berujung dimana saya langsung merencanakan program weight loss (lagi). Karena sungguh, saya beneran asli furious dibilang gendut. Terutama oleh mereka yang super langsing, super trendy dan super hot! Ehk. Jadi kalau saya nggak mulai berusaha membenahi body dan merawat diri sedini mungkin (mumpung masih dua tahun lagi menuju kepala empat), trus mau kapan lagi, coba?
Dan begitulah. Dua hari sesudah ketemu si mbak, saya pun mulai bekerja. Segala kebiasaan hidup sehat yang pernah saya jalani akhirnya saya revive lagi. Tapi dalam level yang lebih advanced.
Berikut ini list-nya:
1 Sebelumnya saya terbiasa minum air putih sebanyak 1-2 L per hari. Tapi kemarin itu saya menambah jumlahnya menjadi 800-1000 ml setiap kali minum. Dan jika saya minum setiap 2-3 jam sekali, maka total dalam satu hari saya telah menenggak sekitar 4.5 L air putih. Terus terang awalnya memang berasa kembung dan agak mual gitu. Maka saya mensiasatinya dengan mengganti air putih menjadi teh tawar. Saya tuang teh tawar di dalam botol ukuran 600 ml (tapi mampu menampung sekitar 800 ml), trus si botol saya simpen di dalam kulkas. Jadi ketika akan diminum, teh tawarnya udah dingin. Beneran, teh tawar yang dingin jauh lebih enak dibanding yang suam-suam kuku.
2 Diet sayur buah makin saya genjot. Ayam, daging berlemak, daging merah dan apalagi sebangsa jeroan saya kurangi dan diganti dengan penambahan jumlah sayur-sayuran segar (dibikin salad) atau jus buah (bukan yang botolan produksi pabrik tapi ngjus langsung dari buah asli).
Nah, tapi seperti lazimnya anak-anak yang lain, kedua anak saya pun hobby makan daging. Maka untuk mengakomodasinya saya selalu mengajak mereka makan di resto buffet sebangsa Ashley atau VIP's dan bukannya Outback Steakhouse atau sejenisnya. Karena di resto buffet seperti Ashley dan VIP's itu mereka menyediakan berbagai salad dan makanan sehat lainnya. Yang citarasanya enak. Sumpe! Sehingga ketika anak-anak menikmati steaknya, saya masih punya pilihan untuk mengkonsumsi menu yang lebih sehat. Tapi jangan salah, saya nggak anti steak, kok. Jadi saya pun sesekali masih suka nyomot steak anak-anak.
Intinya: hidup itu cuma satu kali. Jadi hayuk lah mari kita nikmati. Dan saya merasa nggak perlu sampai keser-keser nggak makan apapun hanya karena takut gemuk. Karena itu akan sangat berat untuk dilakukan. Jadi impossible never lah ya kalo misalnya suatu saat saya harus ke Eropa tapi lantas disana saya ngbela-belain cuma makan wafer aja gara-gara saking takut gemuk. Kalau lagi di Eropa ya marilah kita nikmati segala kuliner yang ada disana. Jangan cimak-cimik makannya. Enjoy! Apalagi basically saya itu tukang makan. Jadi terima kasih. Makan mah hayuk jalan terus. Tapi yang penting pilihannya yang sehat dan atau minimal dikombinasi.
Jadi maksudnya gini. Dalam diet saya nggak strict. Karena sumpe, saya tetap menikmati makanan seperti biasa, kok. Tetep hobby jajan di restoran. Hanya saja menunya diseimbangkan dengan jenis-jenis yang lebih sehat. Jadi misalnya hari ini habis jajan yang berat sama keluarga (daging-dagingan dan atau jenis makanan lain yang kalorinya super), maka sesudahnya saya akan memperbanyak salad buah dan sayur selama beberapa hari ke depan. Intinya: pinter-pinternya kita menyeimbangkan kalori aja.
Terasa berat? Memaaaang. Apalagi kalau masih awal-awal. Saya dulu juga gitu, kok. Tapi setelah hampir lima tahun terakhir latihan menjalaninya, akhirnya saya bisa juga tuh nggak ngiler-ngiler amat liat daging.
3 Olahraga. Nah, ini dia. Seperti yang sudah saya bilang di awal, saya sempat rajin berenang lima kali dalam seminggu (satu jam per session) dan ng-gym. Tapi kemarin itu jujur aja saya masih males dan nggak mood untuk memulainya kembali. Sempet siy saya mencoba ng-Jillian Michaels lagi (pake video '30 Days Shreded'-nya itu). Tapi karena mungkin belum berjodoh untuk start over, maka program tersebut mandeg di tengah jalan. Padahal sebelumnya, sepulang dari renang di pagi hari biasanya saya masih mampu ng-Jillian sampe gempor.
Maka cara saya mensiasatinya: jenis olahraganya saya ubah. Jadi saya mulai melakukan butt squat (warisan ilmu dari si mas PT yang pindah kantor). Karena itu nggak butuh banyak energi dan lumayan oke untuk memboost up semangat work out yang menguap entah kemana. Maka butt squat it is.
source. Veranda Sun
Awalnya saya cuma mampu 10-15 kali squat. Dan langsung tepar. Paha rasanya pegel minta ampun. Tapi being me, saya terus ng-push diri saya. Akhirnya masuk hari ketiga, saya mampu melakukan butt squat sebanyak 50 kali. Great! Dan itu terus saya ulangi setiap hari. Sambil menambah hitungannya sedikit demi sedikit. Target: lebih dari 250 squat per hari. Yup. Mungkin ada yang menganggap,"Halagh, cuma butt squat aja ribut. Gue niy udah kayang pake satu tangan. " Well, biarpun cuma butt squat tapi itu jauh lebih baik ketimbang yang kerjaannya cuma duduk sambil ngemil beras di depan TV, kan?
Ou, dan btw sekarang jeans saya udah turun dua nomer, loooh. Satu nomer lagi udah plek kayak jaman single, deh. Yay!
4 Sarapan. Yes or no?
Beberapa waktu yang lalu saya pernah ng-twit begini:
source. @vinasnippets
If u eat a good breakfast, it will keep u goin' right through the day
and avoid the necessity to graze along the way.
Nah, boleh kan ya kalau saya menarik ucapan tersebut? Karena sejak 30 Mei 2014 itu saya mulai mempraktekkan OCD-nya Dedi Corbuzier dimana sebagian programnya adalah skip sarapan.
Jadi setiap pagi saya nggak sarapan, tapi diganti dengan minum sebanyak 800-1000 ml setiap 2-3 jam, dan baru akan makan menjelang siang. Biasanya saya makan siang sekitar jam 3-4pm tergantung 'window time' yang saya pilih hari itu (ps. Yang udah baca OCD-nya Dedi dan atau telah mempraktekkannya pasti mudeng dengan apa yang saya omongin ini).
Begitulah. Maka sampai detik ini akhirnya saya nggak pernah sarapan lagi. Tiga hari pertama ketika mencoba nggak sarapan memang rasanya berat banget. Craving pengen makan orang aja gitu. Tapi sekali lagi, kita bisa karena biasa. Sehingga setelah memasuki hari kelima, saya mulai merasa ringan melakukannya. Dan ketika tiba jam makan siang, saya pun nggak lantas balas dendam dengan makan sebanyak-banyaknya atau gimana. Semuanya selalu dalam porsi yang normal.
5 Tidur yang cukup.
Saya udah jarang begadang lagi. Padahal dulu itu saya termasuk penganut paham: Sleep is for the people without access to internet (grin). Sumpe. Rasanya memang lupa waktu aja kalo udah duduk di depan komputer. Nggak jarang saya baru tidur diatas jam 3 pagi. Sangat nggak sehat, memang.
Tapi sekarang ini saya selalu berusaha untuk berangkat tidur sekitar jam 9-10 pm. Dan ternyata lama-lama ketagihan, dong. Dalam artian, jika sudah masuk jam 9 maka secara otomatis saya juga merasa ngantuk. Perkecualian ketika weekend. Jadi kalau Sabtu Minggu biasanya kami semua (termasuk anak-anak saya) akan tidur sedikit lebih larut. See, nggak ada yang strict, kok. Semuanya dalam batas yang wajar aja. Tapi berkesinambungan.
Nah, jadi begitulah.
Sejauh yang berhasil saya ingat, kayaknya cuma 5 point penting tersebut yang saya lakukan dalam kurun waktu 30 Mei 2014 s/d 27 Juni 2014 kemarin yang akhirnya bisa menurunkan berat badan saya sebanyak 6.2 kg. Dan sebenernya kelimanya nggak terlalu berbeda jauh dengan segala program melangsing yang selama ini pernah saya jalani. Tapi saya tahu bahwa ada satu yang berubah. Yaitu ketika saya menyadari bahwa semuanya itu harus saya jadikan sebagai bagian dari gaya hidup dan bukan hanya sekadar program melangsing belaka.
Karena jika kita terbiasa hidup sehat, maka langsing itu hanya bonus.
So like I said:
Don't bother too much about how well you can loose your weight. The most important thing is to maintain a healthy lifestyle.
Good luck!
And stay healthy.
-Vina Revi-
No comments:
Post a Comment